Keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Pemerintahan Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bukan untuk kepentingan pejabat maupun pemerintah daerah (pemda) dan jajaran. Kehadiran Satpol PP justru untuk melindungi kepentingan masyarakat dan menegakkan peraturan daerah (perda). Sedang perda adalah produk DPRD DKI atas usulan dari eksekutif. Menegakkan perda sama dengan menegakkan hukum. Maka setiap pelanggar hukum akan ditindak tegas.
Bila ada orang tidak suka dengan keberadaan Satpol PP kemungkinan orang itu punya hobi melanggar perda dan hukum. Karena tugas Satpol PP murni untuk menegakkan perda dengan cara-cara persuasif melalui dialog. Namun jika masyarakat sudah diajak berdialog sebagai upaya persuasif dan preventif masih membangkang, tentu muncul kebijakan menindak tegas para pelanggar perda.
Demikian pernyataan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo dalam beberapa kesempatan pascaperistiwa berdarah antara warga dan aparat Satpol PP saat pelaksanaan penertiban beberapa bangunan ilegal di sekitar makam Mbah Priok, Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada 14 April silam. Dalam kejadian itu tiga anggota Satpol PP meninggal dan ratusan orang menderita luka ringan, sedang, berat, dan catat seumur hidup akibat dianiaya warga. Sebaliknya, puluhan warga mengalami luka-luka akibat dianiaya Satpol PP.
Karena itulah, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 26/2010 tentang Penggunaan Senjata Api Bagi Anggota Satpol PP ditetapkan pada 25 Maret 2010 memberikan hak kepada para kepala di Satpol PP Provinsi DKI dan jajaran untuk menggunakan senjata api (senpi). Sedang unsur pimpinan yang berhak menggunakan senjata itu meliputi kepala satuan, kepala bagian/bidang, kepala seksi, komandan pleton, dan komandan regu Satpol PP, baik di tingkat Provinsi DKI dan jajaran maupun di provinsi lain di seluruh Indonesia, kata Effendi Anas, Kepala Satpol PP DKI, menanggapi tekanan dari masyarakat supaya menolak mempersenjatai aparat Satpol PP.
Menurut Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi, pihaknya menerbitkan sebuah ketentuan untuk mempersenjatai Satpol PP - bukan senpi peluru tajam melainkan senjata peluru gas, senjata semprot gas, dan alat kejut listrik - untuk melindungi masyarakat dalam menegakkan perda untuk seluruh provinsi di Indonesia umumnya, khususnya di Provinsi DKI Jakarta.
Namun demikian, kata Effan sapaan akrab Effendi Anas, anggota Satpol PP DKI dan jajaran tidak boleh dilengkapi dengan senpi meski tidak peluru tajam secara sembarangan. "Kita akan melihat strukturnya pimpinan dalam taraf mana yang diperbolehkan pegang senpi. Walau para unsur pimpinan dari tingkat atas sampai ke bawah diberi hak untuk dipersenjatai."
Sesuai permendagri itu ada tiga jenis senpi boleh dipergunakan anggota Satpol PP yakni senjata peluru gas, semprotan gas, dan alat kejut listrik. Anggota Satpol PP yang dapat menggunakan ketiga jenis senpi itu yaitu kepala satuan, kepala bagian/bidang, kepala seksi, komandan pleton dan komandan regu Satpol PP, jelas Efan. Selain pejabat itu, lanjutnya, anggota Satpol PP DKI yang bertugas operasional di lapangan juga dapat diplengkapi dengan senpi tersebut.
Permendagri itu juga mengatur jumlah senpi yang harus dimiliki untuk digunakan anggota Satpol PP paling banyak sepertiga dari total jumlah seluruh anggota senpi. Sebelum menggunakan senpi, anggota Satpol PP harus sudah mendapat izin dari Polri.
Mengenai pengajuan perizinan penggunaan senpi, lanjutnya, untuk Satpol PP yang bertugas di tingkat provinsi, izin diajukan Gubernur DKI Jakarta kepada Kepala Polri melalui Kepala Badan Intelijen Keamanan (BIK) dengan melampirkan rekomendasi dari Kapolda dan persetujuan Dirjen Pemerintahan Umum atas nama Mendagri.
Untuk permohonan izin pengadaan atau pemilikan senpi Satpol PP tingkat kabupaten/kotamadya, ungkap Effan, izin diajukan bupati/wali kota kepada Kapolri melalui Kepala BIK dengan melampirkan rekomendasi Kapolda dan persetujuan Gubernur.
Sebelum diterbitkan permendagri yang baru itu, katanya, sejak tahun 2007 seluruh senpi yang dimiliki Satpol PP telah ditarik Polda Metro Jaya dan tidak diperbolehkan digunakan lagi dalam menjalankan tugas di lapangan. Dengan adanya peraturan baru ini, maka diperkirakan akan ada 800 anggota Satpol PP DKI yang diizinkan memiliki dan memakai ketiga jenis senpi itu, jelas Effan.
Dia memprediksi akan ada sebanyak 800 anggota Satpol PP yang akan dilengkapi dengan senpi sesuai jabatan strukturalnya. Di antaranya, sebanyak 267 kepala regu yang bertugas di 267 kelurahan, 44 kepala regu di tingkat kecamatan, 75 kepala regu tingkat kotamadya, 134 pejabat struktural Satpol PP, dan 60 kepala regu di tingkat provinsi.
Effan mengaku mendukung peraturan tersebut, karena permasalahan yang dihadapi Satpol PP dalam menjalankan tugasnya cukup keras dan kompleks. "Saya yakin anggota yang dipersenjatai dengan tiga jenis senpi itu merupakan orang-orang yang akan melalui pendidikan, pelatihan, bimbingan, dan pembinaan dari Mendagri. Begitu juga khusus Jakarta dari Gubernur DKI dan Wali kota," jelas Effan. (Ssr/OL-8)