Masjid Al-Ra'isiyah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Bengak berdiri kokoh diantara perkampungan warga di Sekarbela, Karang Pule, Kecamatan Sekarbela, Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Masjid yang dibangun diatas lahan seluas 10 hektare itu merupakan peninggalan tokoh Islam bernama Gaus Abdul Razak yang hidup pada abad
ke 17 Masehi.
Menurut sesepuh masyarakat setempat bernama Haji Alwi, hadirnya tokoh Islam bernama Gaus Abdul Razak asal Jawa itu tidak lain ingin menyebarkan ajaran Islam di Pulau Lombok.
Bahkan, menurut cerita, setiap tempat yang disinggahinya selama di Lombok, selalu diiringi munculnya sumber mata air, yang salah satunya terletak di Masjid Al-Ra'isiyah di Kota Mataram ini.
Menurut Haji Alwi dulunya daerah Kampung Sekarbela itu dikenal sebagai daerah tandus. Dalam sejarahnya daerah itu merupakan bagian dari daerah kekuasaan kerajaan Hindu dibawah pimpinan Anak Agung.
Tak heran jika masyarakat Kampung Sekarbela saat itu, menganut faham animisme. Namun kondisi itu berubah seketika saat Gaus Abdul Razak masuk ke wilayah itu dan menyebarkan ajaran Islam.
Suatu ketika, Gaus Abdul Razak memimpin sebuah pengajian di masjid tersebut. Anehnya, tiba-tiba keluar air deras dari dalam tanah. Masyarakat
kaget sehingga mereka pun menggalinya hingga kedalaman 8 meter.
"Keajaiban munculnya air yang berlimpah telah menyadarkan masyarakat setempat dan memeluk Islam," kata Haji Alwi yang ditemui di kediamannya, Rabu 11 Agustus 2010.
Mata air tersebut, lanjut Alwi lambat laun terus membesar sehingga membentuk kolam. Meski demikian air tersebut tidak merusak bangunan masjid yang pada saat itu terbuat dari kayu ipil dengan beratapkan alang.
Itulah mengapa masjid tersebut dinamakan 'Bengak', lantaran diambil dari bahasa sasak yang berarti heran. Masyarakat menjadi heran dengan kemunculan air yang berlimpah dari dalam tanah tersebut, yang akhirnya memakmurkan kehidupan warga.
Tidak cukup sampai disitu, masyarakat mempercayai air tersebut mengandung kekuatan supranatural. Bahkan konon pada masa penjajahan Jepang, air itu berubah menjadi minyak yang oleh warga diyakini mampu menjadi kekebalan tubuh dari senjata tajam. Bahkan, sejumlah tentara Jepang yang terluka juga konon dibawa ke Masjid itu untuk memperoleh pengobatan.
Untuk menjaga kelestariannya, masyarakat sekitar membuat kolam berukuran 5 x 15 meter dengan kedalaman kurang lebih 1,5 meter, tepat didepan mimbar Masjid. Selain kolam juga terdapat sumur tua.
Namun, sayangnya, hingga masjid tersebut semakin ramai di padati umat Islam yang beribadah, dan air yang keluar dari tanah kian membesar, Gauz Abdul Rozak meninggalkan kampung tersebut, dan menghilang hingga kini belum diketahui keberadaan makamnya.
"Kami pun heran, kemana beliau pergi, kalaupun tewas dimana di makamkan kami tidak pernah tahu," tuturnya.
Meski demikian, dalam perkembangannya, terus mengalami kamajuan. Hingga saat ini terhitung sudah empat kali Masjid direnovasi hingga menghabiskan biaya Rp400 juta lebih, dari masyarakat setempat. Kini bangunan Masjid sudah berbahan beton.
Tekstur bangunan Masjid Al-Ra'isiyah itu meniru Masjid Nabawi.Hal tersebut tampak dari bentuk kubah dan menara setinggi 63 meter. Bahkan dinding pada mimbar Masjid berbahan marmer yang diambil dari Lampung Sumatera Selatan.
Meski modern, Masjid tersebut tetap memiliki sejarah. Sebab mimbarnya dihiasi oleh ukiran kayu ipil berwarna hitam setinggi 20 meter.
Kayu tersebut diperkirakan berusia 100 tahun lebih. "Kayu itu merupakan salah satu peninggalan sejarah yang hingga kini masih berdiri kokoh. Kayu tersebut kami ukir dengan kaligrafi ayat Al-Qur'an surat Al Jum'ah," ujar Alwi.
Masjid Bengak itu, menurut Alwi, merupakan Masjid tertua di Kota Mataram. Keberadaan Masjid itu menggambarkan kehidupan masyarakatnya yang Islami. Tidak jauh dari Masjid tersebut berdiri Pondok Pesantren yang didirakan oleh Tuan Guru Haji Muhammad Rais.
Kini, masyarakat banyak menghabiskan waktu berbuka sambil duduk-duduk santai di palataran masjid. Haji Alwi menjelaskan suasana Masjid Bengak tersebut tetap ramai meskipun dihari biasa. (hs)