Mantan Wakil Presiden RI Periode 2004-2009, Muhammad Jusuf Kalla, mengingatkan agar pemerintah jangan seperti kata pepatah, "Ayam Mati di Lubuk Pangan" dalam mengambil keputusan Proyek Pengembangan Minyak dan Gas Donggi-Senoro di Sulawesi Tengah.
Dengan kata pepatah ini, pemerintah harus mengutamakan 100 persen produksi Donggi-Senoro untuk kepentingan ketahanan energi dalam negeri. Pemerintah jangan mengutamakan bangsa lain. Sebab, energi gas domestik mengalami defisit. Diharapkan, pemerintah juga melakukan tender ulang agar mendapatkan biaya investasi yang murah dalam pembangunan kilang.
Demikian disampaikan Jusuf Kalla dalam perbincangan dengan pers saat penerbangan menuju Jakarta, seusai kunjungan kerja sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat PMI di Poso dan Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (22/4/2010) malam.
"Pemerintah jangan sampai mengulang kesalahan yang sama saat terjadi kekosongan gas alam di Pupuk Iskandar Muda (PIM) Aceh dan Proyek Tangguh di Papua. Memang kita bisa ekspor gas alam, akan tetapi industri pupuk kita tak bisa berproduksi. Kita bisa mengekspor, akan tetapi harganya murah seperti Tangguh. Karena itu, jangan sampai seperti pepatah 'ayam mati di lubuk pangan'," tandas Kalla.
Menurut Kalla, keinginannya agar hasil Donggi-Senoro tidak dieskpor sudah disetujui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beberapa waktu lalu. "Diharapkan pemerintah konsisten," tambahnya.
Menurut Kalla, ekspor penting untuk devisa. Namun, berapa banyak jumlah beban APBN karena untuk membayar subsidi listrik akibat kita menggunakan diesel dan tidak adanya pupuk.
"Kalau kita tetap mengekspor, akan lebih banyak biayanya jika industri dalam negeri kita tidak jalan akibat tidak adanya gas alam. Selain kita kekurangan energi, belum lagi tutupnya lapangan kerja akibat industrinya mati karena tidak ada bahan baku. Industri mati, juga tidak ada pendapatan negara dari penerimaan pajak," tambah Kalla.
Dikatakan Kalla, apabila pemerintah sudah menetapkan produksi Donggi-Senoro 100 persen untuk domestik, sebenarnya tidak ada masalah jika industri dalam negeri juga membeli gas alamnya dengan harga yang sama jika akan diekspor ke luar negeri.
"Kalau mau diekspor dengan harga 6 dollar AS per MMBTU dan industri dalam negeri pun ditawarkan harga yang sama, juga tidak ada persoalan," lanjutnya.